"Penguatan Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak"

Membesarkan seorang anak sama halnya seperti membesarkan sebuah pohon. Gampang – gampang susah, kalimat tersebut mungkin pernah sobat dengar entah dari teman, rekan kerja atau darimana pun itu. Sobat mengerti bahwa didalam sebuah keluarga seorang anak adalah sebuah pelengkap, penghibur atau penghilang rasa lelah bagi keluarga atau orang tua. Konteks dalam keluarga yang dimaksud disinin tentunya bukan hanya Ayah dan Ibu saja, melainkan banyak bisa nenek, paman, kakak ataupun sepupu. Karena setiap keluarga memiliki struktur kekeluargaanya masing – masing. Tergantung dari jumlah yang ada didalam keluarga itu sendiri.
Berbicara tentang seorang anak, tentu sobat mengerti, dalam kegiatannya, seorang anak pastinya memerlukan sebuah arahan/pendidikan. Supaya mereka tahu cara untuk bersikap dan berfikir lebih terarah dan positif. Dan fungsinya kembali lagi kepada anak itu sendiri dan sebagai penunjang masa depannya yang berpengaruh juga terhadap bangsa dan negara.
Pendidikan, hemm setiap dari mahluk tentunya saja memerlukan pendidikan. Ya tentunya tidak hanya manusia seperti kita saja yang memerlukan pendidikan. Contoh lainnya seperti “maaf sebelumnya” di acara – acara tentang fauna di televisi yang ditayangkan mungkin sebagian dari sobat pernah melihat, bagaimana tayangan seekor singa betina mengajarkan anaknya untuk berburu mangsanya agar kelak anaknya bisa mencari buruannya sendiri, itu salah satu adegan yang ada diacara fauna. 
Membahas sebuah pendidikan seorang anak, yang teramat penting sekali. Sobat tentunya menyadari pendidikan formal di negeri ini, kita (keluarga) tentunya telah dibantu atau sedikit diringankan bebannya oleh Pemerintah soal pendidikan formal. Bantuan yang kini diberikan pemerintah seperti dana BOS dan bahkan sekolah negeri gratis di Jakarta misalnya membuat beban sobat menjadi sedikit ringan. Pemerintahpun mengupayakan hal tersebut terealisasi secara merata untuk ke semua pelosok, dibantu dengan pembangunan atau merenovasi bangunan yang telah rusak tentuya.
Namun kemirisan yang terlihat saat ini ialah bagaimana keluarga menyerahkan total kepada guru tentang pendidikan ke anak mereka walaupun tidak semua. Dan dampaknya pun bisa dilihat saat ini terutama dikota besar yang saya tinggali kini atau beberapa berita yang ada ditelevisi belakangan ini.
Bagaimana kejadian banyaknya anak – anak dibawah umur melakukan hal – hal kriminal, mengendarai kendaraan sepeda motor atau mobil, merokok dengan santai didepan umum tanpa ada rasa segan, anak yang seharusnya sekolah namun tidak sekolah seperti bolos sekolah atau malas untuk bersekolah,  berprilaku dan berfikir dengan seenaknya tanpa menghiraukan norma – norma moral yang ada.Hemm memprihatikan sekali sobat.
Hal – hal itu bisa disebabkan juga dari acara – acara televisi yang dilihat, pergaulan yang bebas atau mungkin dari cara keluarga bersikap kepada sang anak tersebut. Konteks ini membuktikan bahwa pendidikan dari sekolah tidaklah cukup untuk seorang anak.
Pada satu sifat alami manusia (psikologi) pun, ada ungkapan apa yang dilihat dan didengarnya dari situlah manusia belajar. Sebelum memasuki dunia belajar disekolah, sebenarnya keluarga berpengaruh penting untuk membentuk karakter anak. Kenapa? karena pada banyak hal dikehidupannya seorang anak akan lebih mendapatkan pendidikan dari luar bangku sekolah yang tentunya dari pendidikan informalnya. Bagaimana attitudenya, gaya hidupnya dan terlebih lagi perasaannya terbentuk. Hal – hal tersebut lebih dominan didapatkan si anak dari tempatnya menjalankan aktifitas kehidupan dan tempat lainnya dimana sang anak tumbuh.
Apalagi soal sikap atau sifat dan rasa, secara tidak langsung hal tersebut ditanamkan atau diajarkan oleh keluarga yang membesarkan sang anak dari kecil,  hal itu terekam didalam otak si anak. Sistem itu bekerja karena salah satu bagian otak yang ada pada manusia. Berada di otak besar yang disebut “Lobus Temporalfungsinya adalah untuk memperkuat ingatan visual, memproses input indera, memahami bahasa, menyimpan ingatan baru, emosi, dan mengambil kesimpulan atau arti dan “Lobus Frontalis” fungsinya untuk mengendalikan gerak otot dan berfikir. Ya begitulah menurut pengetahuan yang saya tahu.  
Bersekolah (pendidikan formal), membahas tentang pendidikan saat ini formal ada beberapa hal menurut saya yang juga kurang diperharikan khususnya dikota besar tempat saya tinggal. Hal yang kurang diperjatikan dalam pendidikan formal tersebut seperti penerapan pelajaran – pelajaran soal attitude dan moral misalnya, mungkin guru – guru perlu pengembangan dalam penilaian bagiamana agar anak benar – benar mempraktekannya atau pelajaran attitude dan moral bisa dijadikan ujian kelulusan dalam penulisan maupun praktek yahh untuk soal itu mungkin pemerintah sedang mengembangkannya didalam kurikulum.  
Sebagai manusia tentu kita pasti mengalamai masa anak – anak namun zamannya saja yang berbeda. Disitulah tantangan bagi kita sobat sebagai keluarga untuk berperan dalam pendidikan anak. Sedikit saran dari saya misalnya soal keluarga yang ikut berpartisipasi untuk pendidikan anak dari cara keluarga mengawasi dari apa yang ditonton anak, jika anak usia 8 tahun  menonton acara yang ada tanda (D) dewasa atau (R/BO) remaja/bimbingan orang tua, maka laranglah atau pindah chanel dan jika anak itu kesal atau menangis dengan berteriak. Bisa dialihkan suatu hal atau topik yang lain yang lebih seru intinya topik yang positif. Jika rengekan anak tidak berhenti tidak masalah, karena itu adalah salah satu pelajaran sebuah ketegasan untuk anak dan cara anda (keluarga/orang tua wali) bertindak dengan tepat.
Walaupun banyak orang tua atau keluarga ingin kehidupan anak dikeluarganya lebih baik darinya. Menurut saya, sebaiknya sebagai keluarga yang juga ikut berperan dalam pendidikan anak harusnya memperkuat perannya itu. Hal – hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memperhatikan ekstra kebutuhan yang positif untuk anak, cara – cara mengatasi keinginan sifat anak yang sulit ditangani dengan mempelajarinya dari banyak tempat misalnya seperti seminar, buku – buku, acara – acara ditelevisi tentang anak dan banyak lagi. Itu semua dapat ditangani asalkan kita sebagai keluarga mau dan berusaha mempersiapkan diri untuk mendidik si anak.
Namun tidak dari sebuah kata pentingnya penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak lalu pihak - pihak lain langsung lepas tangan begitu saja, mungkin faktor – faktor kesalahan mendidik anak yang terjadi (menurut saya), dan bisa cepat diantisipasi dengan digencarkannya pembenahan lingkungan ramah anak dan dikuatkannya pendidikan karakter untuk keluarga maupun orang tua entah itu melalui televisi, radio, media – media sosial atau media lainnya yang sekarang banyak dipakai ataupun dari komunikasi sosial langsung untuk keluarga yang kurang mampu tentunya yang digerakan seperti sebuah penyuluhan di balai rukun tetangga atau rukun warga tentang cara tepat mendidik anak.
Hal ini seharusnya dilakukan dengan segar menurut saya agar kedepannya tidak ada sebuah penyesalan yang sia – sia. Dan jika saya boleh menyarankan lagi untuk para sobat dan para keluarga atau orang tua wali yang membaca artikel ini, pada hal sebenarnya anak sangat memerlukan sikap toleransi untuk berekspresi namun harus diawasi.

Sobat, jika ada salah dalam penulisan saya ini mohon dimaafkan ya. kita hanya sama - sama belajar dan saling berbagi agar tidak ada tumbuhnya sikap apatis dalam bermasyarakat, terima kasih.       
(versi 2)

Comments

Popular posts from this blog

Asmara

UDARA TAK SESEJUK DULU LAGI???

Pancasila